Prinsip Distribusi Dalam Ekonomi Islam

  • 5 min read
  • Sep 27, 2020

Prinsip produksi dan prinsip distribusi menjadi masalah ekonomi yang saling berkaitan. Para ahli ekonomi Islam, secara prinsip berbeda pendapat dalam menentukan mana yang lebih penting dari keduanya. Dalam pembahasan sebelumnya, telah diuraikan beberapa prinsip produksi yang terdiri atas penggunaan sumber daya yang efisien dan ekonomis, penghindaran pemborosan, kualitas produksi, pelarangan produk yang merugikan, minimalisasi kemewahan dan maksimalisasi kebutuhan dan kenyamanan. Lebih detail baca Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam

Demikian halnya. dalam hal distribusi pekerjaan, pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada manusia dengan syarat harus sesuai dengan prinsip keadilan, persaingan sehat, dan kejujuran dalam menentukan bagian masing-masing.

Berbeda halnya dengan produksi dan distribusi pekerjaan sebagaimana dijelaskan di atas. Prinsip distribusi dalam Islam, lebih menekankan pada aspek distribusi yang dilakukan oleh individu dan redistribusi penghasilan. Bila pada konsep produksi dan konsumsi, Islam lebih cenderung menjelaskan mengenai prinsip umum. Dalam distribusi, Islam telah menentukan ketentuan yang lebih rinci, tidak diserahkan pada putusan manusia secara pribadi. Bahkan, dalam beberapa hal, ketentuan distribusi penghasilan telah ditetapkan secara rinci dan rigid.

Skema Distribusi dalam Islam

Perlu dicatat sejak awal bahwa Islam tidak menganggap mekanisme pasar sebagai sesuatu yang sakral, meskipun secara umum Islam mendorongnya. Kapanpun pasar gagal mencapai tujuan yang dianut oleh Islam, negara harus menggunakan langkah-langkah korektif. Skema distribusi Islam mengikuti pendekatan kelembagaan. Sejumlah aturan mengenai distribusi secara kelembagaan telah dibuat untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan.

Skema distribusi Islam dicirikan oleh kepastian dan fleksibilitas. Dalam pendekatan kelembagaannya, di satu sisi, ada beberapa langkah wajib yang memastikan proses redistribusi permanen dalam perekonomian. Di sisi lain, terdapat sejumlah aturan yang menganjurkan tindakan distribusi secara sukarela untuk melengkapi distribusi yang sifatnya wajib. Selain itu, ada ketentuan tertentu yang memeriksa jalan yang menambah ketidaksetaraan dan misi distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata. Berikut ini adalah penjelasan mengenai skema distribusi dalam Islam:

1. Distribusi Wajib

Berikut ini adalah alokasi distribusi dalam Islam yang sifatnya wajib dilaksanakan oleh setiap muslim:

Zakat Mal

Zakat merupakan konsep utama dalam distribusi penghasilan dalam Islam. Zakat harus dikumpulkan dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin. Filosofi dari Zakat adalah kebersamaan antara sesama. Ini menjadi dasar bahwa Zakat sebaiknya didistribusikan kepada masyarakat yang berada dalam satu wilayah, kecuali jika ada masyarakat lain yang benar-benar lebih membutuhkan (darurat). Terdapat empat jenis aset yang harus dizakati yakni harta benda, hewan, barang dagangan dan perhiasan (emas dan perak).

Dalam hal ini, berkaitan dengan cara distribusi zakat dijelaskan dalam surat at-Taubah:60 sebagai berikut:

Distribusi Zakat dalam surat at-taubah 60

Zakat Fitrah

Berbeda halnya dengan zakat mal, zakat fitrah tidak hanya diwajibkan kepada mereka yang secara finansial tergolong kaya atau mempunyai harta yang telah mencapai nisab. Akan tetapi, zakat fitrah diwajibkan bagi siapa saja yang pada saat hari raya idhul fitri dalam kondisi mampu. Siapapun wajib mengeluarkan zakat fitrah walaupun dalam kategori miskin. Dengan cara ini akan ditemukan siapa saja golongan yang sesungguhnya paling miskin di masyarakat. Dalam hal kepada siapa saja distribusi zakat fitrah diberikan, ketentuan surat at-taubah di atas juga berlaku untuk zakat jenis ini.

2. Distribusi Sunnah Muakkad dan Wajib Dengan Kondisi

Selain distribusi zakat yang sifatnya diwajibkan, terdapat ketentuan dalam Islam mengenai distribusi yang sifatnya mendekati wajib atau sangat dianjurkan. Adapun macamnya adalah sebagai berikut:

Berkurban

Pada hari raya kurban (Idul Adha), Muslim kaya dianjurkan untuk mempersembahkan hewan kurban, yang sebagian harus dibagikan kepada orang miskin dan lapar. Kulit hewan kurban juga digunakan untuk kesejahteraan mereka. Pada momen ini di satu sisi memberikan kesempatan yang baik bagi peternak sapi untuk mendapatkan harga yang menarik bagi hewannya. Disisi lain, ia menyediakan makanan favorit untuk hampir semua orang miskin selama beberapa hari, yang sebaliknya tidak akan pernah mampu membelinya.

Pajak

Pajak sebenarnya juga sangat dianjurkan dalam Islam. Meskipun masih menjadi pembahasan yang hingga kini belum mencapai titik temu setidaknya dalam praktik Islam pajak pernah dikenakan bagi non-muslim di Madinah.

Bea Masuk atau Ushur

Praktik ini diadopsi selama kekhalifahan Umar. Penduduk negara Islam dikenai biaya dua setengah persen hingga lima persen, sementara orang asing dikenai biaya sepuluh persen. Tarif dapat diputuskan secara timbal balik dengan negara lain.

Kafarat atau hukuman finansial untuk pelanggaran tertentu:

Ada pelanggaran tertentu di mana sanksi keuangan ditentukan yang juga berfungsi untuk distribusi ulang. Misalnya, orang yang membatalkan puasa Ramadhan, tanpa dalih yang dibenarkan oleh syariat, harus menyediakan makanan untuk enam puluh orang miskin.

Pengeluaran wajib oleh kerabat (al-nafaqat al-wajibah):

Nafaqat al wajibah dalam sistem Islam mengandung makna bahwa setiap orang kaya harus menyediakan nafkah (adat) yang cukup untuk kerabatnya yang miskin, yang tidak mampu menghidupi dirinya sendiri. Pandangan yang lebih disukai adalah bahwa dukungan keuangan dari orang yang kurang mampu diserahkan kepada mereka yang akan mewarisinya jika dia meninggal karena meninggalkan beberapa harta benda, dan bahwa tanggung jawab ini harus dibagi dalam proporsi yang sama dengan pembagian warisan itu. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam surat al-isra ayat 26 sebagai berikut:

prinsip distribusi nafaqat wajibah

Ghanimah

Ini mengacu pada harta bergerak yang diambil dalam pertempuran dari musuh. Empat perlima dari itu akan di bagi di antara pasukan. Untuk seperlima sisanya, Al-Quran menetapkan: “Seperlima sisanya adalah milik Allah, dan Rasul, dan untuk sanak saudara (yang membutuhkan) dan anak yatim dan yang membutuhkan dan musafir.”

surat al-anfal 41 ayat ghanimah

3. Prinsip Distribusi Harta yang Bersifat Sunnah

Selain distribusi yang wajib dan yang mendekati wajib di atas, terdapat beberapa prinsip distribusi harta yang secara spesifik ditentukan dalam Islam yang sifatnya sunnah. Adapun distribusi tersebut adalah sebagai berikut:

Amal yang disarankan atau sukarela (al-sadaqat al-nafilah):

Seorang Muslim selalu disarankan untuk membelanjakan uangnya secara sukarela untuk membantu orang lain. Tidak ada batasan minimum, tarif, atau waktu yang ditentukan untuk itu. Al-nafaqat ghair al-wajibah (pengeluaran tidak wajib) dimana negara atau badan-badannya tidak dapat memaksa seseorang adalah contoh amal yang direkomendasikan. Misalnya, pengeluaran tidak wajib untuk dukungan kerabat jauh atau sumbangan untuk organisasi kesejahteraan, dll. Ada banyak ayat yang menjelaskan tentang sedekah ini, salah satunya adalah sebagai berikut:

surat al-baqarah 195

 

Hadiah (hibah atau hadiyah):

prinsip distribusi hibah surat maryam 5

Hadiah yang dibuat untuk individu atau untuk beberapa tujuan publik juga melayani redistribusi pendapatan dan kekayaan. Al-`umra (hadiah semasa hidup) dan al-ruqba (hadiah setelah kematian) adalah dua bentuk pemberian khusus.

surat maryam 6

Sistem Bantuan (nizam al-ataya):

Bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada warganya merupakan bentuk pembayaran yang dipraktikkan oleh para khalifah Islam terpimpin. Hibah yang mengambil lahan atau tambang disebut al-iqta (wilayah kekuasaan). Itu diprakarsai oleh Nabi (saw) sendiri.

Pinjaman (al-`ariyah atau al-qard):

Al-‘ariyah adalah meminjamkan sesuatu untuk jangka waktu tertentu untuk menikmati manfaatnya. Al-Quran mengutuk orang yang menolak seseorang untuk memberikan pertolongan (al-ma’un).

ayat pinjam meminjam surat al-maun 7

Al-manihah juga merupakan bentuk `ariyah. Misalnya, seorang laki-laki memberi seseorang unta betina atau kambing, sehingga dia mendapat manfaat dari susu dan wolnya untuk beberapa waktu lalu mengembalikannya.

 

Meminjamkan uang, sesuai dengan sistem Islam, harus tanpa mengambil keuntungan materi (disebut qardh hasan) karena memungut bunga sangat dilarang dalam Islam.

ayar qard surat al-hadid 11

Wakaf

Wakaf dapat didefinisikan sebagai mengambil properti apa pun dari kepemilikan pribadi, dan memindahkannya secara permanen menjadi milik Allah dan mendedikasikan hasilnya kepada orang lain. Permanen dan tidak dapat dibatalkan adalah dua karakteristik penting dari wakaf. Adapun diantara dasar hukum wakaf adalah sebagai berikut:

dasar hukum wakaf

Pengeluaran kelebihan harta (infaq al`-afwa):

Syarat paling ideal tentang pengeluaran demi Allah adalah membelanjakan seluruh jumlah kelebihan harta (‘afwa). Atas pertanyaan orang-orang beriman, apa yang harus mereka belanjakan, Al-Quran berkata: al-‘afw. Afw ini didefinisikan sebagai jumlah lebih apa pun yang dimiliki seseorang melebihi kebutuhannya.

surat ali imran 92

Tujuan dari Prinsip Distribusi Islam

Meskipun Islam mengizinkan secara bebas kepemilikan pribadi dan kepemilikan individu atas aset produktif, Islam tidak menyetujui pemusatan kekayaan di beberapa tangan, meningkatkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, dan perampasan setiap bagian masyarakat dari pemenuhan kebutuhan dasarnya. Inti dari kebijakan distributif Islam, seperti yang telah ditetapkan Al Quran, adalah bahwa “Ini (pendapatan dan kekayaan) seharusnya tidak hanya beredar di antara orang kaya di antara kamu.”

tujuan dan prinsip distribusi

Maksud dan tujuan tindakan distribusi yang dibahas di atas dapat disebutkan sebagai berikut:

  1. menghapus kemiskinan dan menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin,
  2. meningkatkan distribusi dan mengurangi disparitas,
  3. memastikan pemenuhan kebutuhan dasar,
  4. menciptakan suasana cinta, kerjasama, niat baik dan perasaan sesama,
  5. menimbulkan efek positif dalam diri pendonor atau tazkiyat al-nafs,
  6. untuk mencapai efisiensi dengan mentransfer kelebihan sumber daya kepada mereka yang kurang modal, dan
  7. untuk membuat masyarakat berterima kasih kepada karunia Allah, menikmati kesejahteraan yang nyata dan kemakmuran.

Demikianlah beberapa prinsip dan konsep distribusi dalam Islam berikut ayat-ayat yang mendasarinya. Beberapa ayat khususnya yang mengandung kata infaq, menjadi dasar atas beberapa prinsip distribusi seperti zakat, wakaf, sedekah, hadiah dan infaq.

Post Terkait :

10 thoughts on “Prinsip Distribusi Dalam Ekonomi Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.